Aku tidak terbiasa untuk menulis cerita menggunakan bahasa yang bagus juga topik yang menarik. Tapi saat ini, aku hanya ingin berbagi kisah nyata yang aku alami, di studio shooting kantor saharjo.
Semoga cerita ini bisa menghibur kalian!
Ohiya, sebelumnya aku ingin memberitahu kalau aku bukanlah anak indigo, atau anak yang peka terhadap hal-hal berbau mistis, anak yang sensitif, atau semacam itu. Juga keluargaku yang tidak memiliki kemampuan tersebut. Jadi, hal-hal semacam itu aku rasakan hanya sesekali, ketika sedang “tidak beruntung” saja.
Kala itu di siang hari– tepatnya di hari sabtu, aku sedang lembur untuk shooting di studio lantai 2 gedung kecil, di studio yang bentuknya tusuk sate; bersama 1 teman divisiku, 1 videografer, juga 1 talentku. Tau lah ya, mitos tentang bangunan yang berdiri dengan kondisi tusuk sate katanya menarik energi negatif. Mungkin, mereka-mereka yang diam di ruangan itu salah satu bentuk dari energi negatif yang ada.
Sebetulnya dari pertama kali aku shooting, aku sudah banyak mendengar kisah horror di gedung studio itu, apalagi di ruang studio yang aku tempati untuk shooting kemarin, katanya ada ini lah, katanya ada itu lah, dan lain lain. Tapi aku tidak terlalu peduli, karena menurutku, wajar saja. Kan semua tempat ada penunggunya, kita juga hidup berdampingan dengan “mereka”. Selain itu juga, aku bukan anak yang bisa melihat atau merasakan entitas lain, jadi ya cuek saja selama mereka tidak menggangguku.
Kembali ke ceritaku. Saat itu sedang break shooting, jadi di studio hanya ada aku, temanku, dan videograferku, karena talentku sedang makan di ruang wardrobe. Siang itu berjalan biasa saja, kami bertiga bertukar cerita seputar perbedaan kehidupan antara milenial dengan gen-z, dan pembahasan seputar percintaan. Tidak ada membahas hal-hal horor sama sekali.
Di tengah obrolan seru kami bertiga, tiba tiba aku mendengar suara ketukan di tembok, namun sedikit tidak jelas karena suara tembok itu datang bersamaan saat kami sedang tertawa. Mungkin salah dengar, batinku menenangi diri sendiri. Tapi ternyata suara ketukan itu muncul lagi, kali ini kami bertiga mendengar, dan berhasil membuat kami semua terdiam sambil melempar tatapan sedikit tegang satu sama lain. Masih dengan pikiran positif, lagi-lagi aku berusaha untuk menenangkan diri sendiri, ketukan dari studio sebelah kali, batinku lagi. Walaupun sebetulnya agak mustahil suara itu datang dari studio sebelah. Pertama, karena semua studio ada busa peredam suara di semua sisi ruangan. Dan kedua… saat itu hari sabtu, jadi tidak ada yang masuk selain kami yang sedang lembur shooting ini.
Aku berusaha membuka suara untuk mengembalikan topik obrolan tadi, biar suasana sedikit cair. Karena semenjak suara ketukan itu terdengar, kami bertiga sedikit kikuk karena kami tau kami bertiga saling panik namun disimpan sendiri-sendiri, tidak ada yang berani membahasnya atau melanjutkan obrolan tadi. Sampai akhirnya ketukan itu terdengar lagi untuk yang ketiga kalinya. “Mau kenalan kali dia”, ucap videograferku yang asbun dengan nada bercanda. Mungkin dia tau kami sedikit takut, jadi dia berusaha membawa ke arah bercanda. Dia yang dimaksud adalah perempuan penunggu yang ada di dalam ruangan studio itu. Katanya sih, dia ada di belakang greenscreen, entahlah. Tapi karena pada dasarnya aku adalah penakut, aku akan terus berpikir positif dengan tetap menganggap bahwa itu adalah manusia, karena aku juga tidak melihat wujudnya. Ya jangan sampe diliatin juga sih kalau benar itu adalah dia. Seribu satu alasan kucari jawaban itu suara apa yang sekiranya bisa dilakukan oleh manusia, akhirnya aku dapat alasan yang agak masuk akal.
Oh, mungkin dari rumah yang ada di sebelah kantor.
Karena belakang bangunan kantor di Saharjo adalah pemukiman warga. Jadi, masuk akal kan?
Setelah alasan itu aku dapatkan, aku merasa lega karna berfikir itu adalah manusia. Dan aku bisa melanjutkan shooting dengan tenang sampai selesai.
Di akhir shooting, lagi-lagi aku mendengar suara ketukan itu. Ngapain sih ngetok-ngetok mulu, gabut banget, gumamku sedikit kesal karna terganggu. Aku pikir ini pasti anak kecil yang iseng dan memang mau ganggu. Pokoknya segala dumelan dan umpatan aku keluarkan di batinku.
Sampai akhirnya aku menyadari bahwa…
Loh ini kan ruangan studio aku di lantai 2, dan rumah warga juga ga ada yang tingkat.
Deg.
Pikiranku sudah tidak bisa positif lagi, merinding sudah pasti. Fix itu bukan manusia.
Yasudahlah, mungkin memang dia mau berkenalan denganku.
Salam kenal juga mbak, aku Nabilah.
Penulis : N
Comments
Post a Comment