Spooky Story : Pondokan KKN Berhantu Part 2


Gadis penunggu toren air

Malam hari di Keerom selain mistis juga indah. Langit disana masih bersih karena polusi udara masih minim. Sehingga, ketika malam tiba langit berubah seperti galaksi milky way, iya bintang-bintang disana terlihat sangat indah. Selain itu, cerita soal malam, ada salah satu temanku yang suka mandi malam hari karena malas antri. Nia namanya. Dia sering mandi malam hari di kamar mandi darurat dekat sumur dan toren yang sudah tidak terpakai di belakang rumah. Jadi kamar mandi darurat itu terletak diantara bak air, toren, sumur dan tempat jemuran. Malam itu aku, Ainun dan beberapa teman kami, sedang duduk-duduk di depan rumah, kami tiduran di kasur lipat TNI sambil melihat langit dan ngobrol. Suasana sudah sangat sepi, hanya suara air, jangkrik dan sesekali suara babi terdengar sayup-sayup dari kejauhan. Tiba-tibaa…

“Peeettt…” Mati listrik 

“Rinaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!!!” Nia yang sedang mandi berteriak memanggil namaku sangat keras

Aku terperanjat dan segera berlari menyusul Nia ke belakang rumah, disusul oleh Ainun dan teman-temanku yang lain. 

“Heh kenopo e? Ono opo?” kataku setengah terengah-engah karena tadi kaget dan langsung lari menghampiri Nia

“Assuu… Bajingan….” Nia masih mengumpat sambil membenarkan handuk dan mencoba memakai baju sambil gemetar

“Heeh kenapa nih rame-ramee, mana gelap-gelapan gini kenapa?” Kata Himan sambil mengarahkan senter ke kami

“Wes wes ayo lungo. Jangan disini.” Kata Nia sambil menarik tanganku dan Ainun untuk segera menjauhi kamar mandi darurat.

Di teras depan, kami duduk untuk bertanya sebenarnya ada apa. Ditengah nyala lilin yang menerangi kami, Nia mulai bercerita. 

“Assu kaget tenan aku. Mosok mau pas listrik lagi wae mati, ono mbak mbak lagi lingguh ning nduwur toren, sikil e diayun-ayunke karo guya guyu. (Assu aku kaget banget. Masak tadi pas listrik baru aja mati, ada mbak mbak lagi duduk diatas toren, kakinya diayun-ayun sambil ketawa-tawa).” Kata Nia cerita sambil menyulut sebatang rokok. 

“Tenan e lo koe, ora ngawur. (Beneran, enggak ngawur)” kataku tidak percaya

“Iyo Ni, ora ngawur to. (Iya Ni, engga ngawur kan?)” Ainun ikut menimpali

“Tenan sumpah. Aku ra ngapusii. Deg degan tenan aku sumpah. (Beneran sumpah. Aku nggak bohong. Deg degan banget aku sumpah.)” kata Nia lagi 

“Eh gimana ceritanya? Aku ga ngerti?” kata Ichsan “Ulangi pake bahasa Indonesia dong”

“Ada hantu San.” Kata Himan

“Eh mana-mana dimana? Ih jangan gitulah.” Kata Ichsan sambil bersembunyi dibalik punggung Himan sambil ketakutan

Kami semua kemudian tertawa melihat tingkah Ichsan. Malam itu kami lalui dengan harap-harap cemas karena mati listrik semalaman. Untungnya tidak ada kejadian horor lagi malam itu. 

Tapi, sepertinya gadis penunggu toren air itu juga ingin menyapaku di malam lainnya. Malam itu, aku sudah tertidur karena lelah setelah menjalani program seharian. Aku tidur dari pukul 08.00 di ruangan belakang. Saat aku tidur mau masih ada temenku Wita yang rebahan disana. Jadi aku merasa aman karena tidak sendirian. Ternyata setelah aku tidur Wita pergi ke ruang tengah, jadi aku sendirian di ruang belakang.

Kira-kira pukul 10.00 aku terbangun dan mendapati ada rambut panjang tepat di depan wajahku. Rambut panjangnya menutupi wajahnya. Dia mengenakan baju putih melayang diatasku. Aku terbelalak kaget. Aku ingin berteriak tapi tidak bisa. Rasanya seluruh badanku kaku tidak bisa bergerak. Aku mencoba sekuat tenaga untuk dzikir dan membaca ayat kursi. Hingga aku mendapati tubuhku bisa bergerak. Aku segera mengambil bantal dan melempari sosok itu dengan bantal sambil teriak

 “Allahuakbar”

Seketika sosok itu menghilang dan aku lari ke ruang tengah. Untungnya ada beberapa temanku yang belum tidur, salah satunya Ainun. Aku lari menghampiri mereka dan mencoba menenangkan diri. 

“Rin kamu kenapa Rin?” Kata Ainun

“Habis disapa sama mbak mbak penunggu toren yang kemarin nyapa Nia kayanya. Serem banget ya Allah.” Kataku 

“Eh dimana kok bisaaa??” Kata Ainun menyelidik 

Kemudian aku menceritakan kronologinya kepada Ainun.

Dia juga suka menyerupai

Hantu disana sepertinya tidak mengenal waktu siang atau malam. Suatu ketika, sekitar pukul 13.00 temanku Amanda baru selesai pulang dari program. Dia istirahat sejenak di teras depan rumah sambil minum air putih. 

“Hei Zid, darimana?” tanya Amanda kepada Zidan yang nampak baru jalan dari luar dan mau masuk ke dalam rumah.

Zidan hanya tersenyum sambil masuk ke dalam rumah. 

“Ditanyain kok malah senyum-senyum. Aneh banget sih tu orang.” Gerutu Amanda

Tak berselang lama, teman-teman yang baru turun ke kota membeli perlengkapan program yang kurang akhirnya pulang. Melihat teman-teman pulang, Amanda senang karena barang titipannya juga sampai. Tapi Amanda kaget bukan main, ketika melihat Zidan merupakan salah satu orang yang ikut turun ke kota. 

“Loh Zid. Bukannya tadi km udah masuk rumah?” Tanya Amanda tidak percaya

“Masuk rumah apaan? Orang aku baru sampe loh inii.” Kata Zidan sambil menurunkan barang-barang bawaan.

“Anjirr, terus itu tadi siapaa woy. Anjir lah, masa gue tadi ngomong sama hantu.” kata Amanda dengan logat Jakarta-nya yang kental

“Hayolo tiati loh. Nanti malem hiiiiiiiii” Zidan malah menakuti-nakuti Amanda

“Nggak takut gue.” Katanya

Sosok yang kadang suka menyerupai juga sempat ku alami. Waktu itu malam-malam, setelah kami selesai makan malam di teras rumah.  Aku mau ke ruangan belakang mengambil barang. Sesaat aku keluar dari ruangan belakang, dari lorong antara ruang tengah, ruangan belakang dan dapur. Aku melihat Rian membawa piring keluar dari garasi dan berjalan ke dapur.

“Udah habis Yan makannya?” tanyaku mencoba menyapa

Rian cuma senyum sambil melanjutkan jalan ke dapur.

Tibanya di ruang tengah, aku kaget, melihat Rian tengah duduk asyik melihat laptopnya. 

“Loh Rian? Kok kamu disini? Bukannya barusan kamu lagi mau balikin piring ke dapur?” kataku memastikan ke Rian. 

“Aku disini dari tadi nonton film. Kenapa eh?” Katanya

“Lah barusan aku liat kamu jalan ke dapur bawa piring. Aku nyapa kamu tapi kamu cuma senyum. Terus itu siapa barusan?” Kataku lagi 

“Masaak? Ayo kita cek ke dapur aja, salah orang kali.” Kata Rian

Aku dan Rian, bergegas ke dapur mencoba memastikan ada orang atau tidak di dapur. Ternyata didapur tidak ada orang dan tidak ada bekas piring kotor orang habis makan. Yungalah dia memang suka menyerupai.

Mogok ditengah hutan

Salah satu program kerja KKN kami adalah merenovasi perpustakaan salah satu sekolah SD di Keerom. Untuk itu kami memerlukan lemari untuk menata kembali buku-buku yang tidak terawat. Disana kami memesan lemari kepada penduduk desa setempat. Jarak dari pondokan ke rumah warga yang menjual lemari sekitar 30 menit (tanpa lampu merah) menggunakan mobil. Waktu itu kami mencoba melobi pemerintah daerah untuk meminjam mobil yang bisa dipakai untuk mengangkut lemari. Pemda setempat bisa meminjamkan mobil bak terbuka, tapi unit bisa dipakai di malam hari karena baru saja akan dipakai untuk acara pemda. Akhirnya kami pun menyetujuinya. 

Malam itu kami Aku, Nia, Himan, Ainun, Goldi dan Aldo menjadi orang yang bertugas mengambil lemari. Berangkatlah kami sekitar pukul 18.30. Tidak ada yang aneh malam itu. Semua berjalan seperti biasa, kami semua naik dibelakang kecuali Goldi dan Aldo. Kami naik sambil cerita-cerita dan menyanyi layaknya anak mudah tanpa beban. Ditengah cerianya kami, suara mesin mobil mendadak aneh, mobil mendadak tersendat sendat jalannya. Hingga pada akhirnya mati total. 

“Aldo… Aldo… kenapa Do??” Tanya Himan

“Nggak tau wak. Mobilnya mendadak gak mau jalan.” jawab Aldo sambil mencoba menyalakan mobilnya tapi ga berhasil

“Aduh, eh Nia, kamu coba hubungi teman-teman di Pondokan, kabarin kalau kita mogok.” Kata Himan kepada Nia

Nia mencoba membuka ponselnya. Tapi sayang sekali nggak ada sinyal. Kami semua mengecek ponsel kami masing-masing dan semua sinyal di handphone kami tidak ada sinyalnya. 

“Aduh gimanaa inii?” kata Goldi panik

“Sek coba duduk dulu aja. Mikir dulu kita mau gimana?” Kataku 

Kami semua duduk di atas mobil, sambil melihat kanan kiri. Kanan kiri kami hutan sawit. Jarak dari kampung yang terakhir kami lewati jauh sekali. Kampung depan juga masih jauh. Suara-suara aneh mulai terdengar. 

“Krosak krosak krosak” 

“Apaan tuh?” Himan mencoba menerangi sumber suara tapi tidak ada apa-apa

“Krosak krosak krosak” 

Suara itu terus mengganggu kami saat kami berdiam diri disana. Tapi saat didekati atau kita terangi menggunakan senter dari handphone suara itu menghilang.  Kami memilih diam disitu menunggu orang lewat, karena kita tidak punya pilihan lain selain diam. Kalau sampai malam tidak ada bantuan, kami memilih disana sampai pagi sampai ada orang lewat. 

Beruntungnya, satu jam setengah kemudian, ada dua bapak-bapak lewat menaiki motor. Kami mencoba meminta tolong ke mereka. Syukurlah, mereka bekerja di bengkel sehingga bisa membantu kami memperbaiki mobil yang mogok itu. Sesaat kemudian, mobil berhasil nyala dan kami bisa melanjutkan perjalanan. Fiiuuhhh. 

Serangan kelabang besar

Hal yang paling mengerikan selama KKN adalah serangan kelabang besar. Besar kelabangnya seperti yang ada pada gambar diatas. Gambar diatas bukan foto asli, tetapi besar kelabang yang menyerang kami ukurannya sebesar itu.  

Malam itu kalau tidak salah H-7 sebelum kami pulang ke Jogja, kami tidur seperti biasa. Kami semua tidur di ruang tengah menggunakan kasur lipat. Jadi satu orang satu kasur. Saat tidur kami memang mematikan lampu supaya bisa optimal beristirahat karena program kerja kami sangat padat. Nah, ditengah khusyuknya kami tidur, tibaa-tibaa…..

“Aaa.. aduh sakit.”

“Aaa.. aduh sakit.”

“Aaa… aduh sakit.”

Kami semua panik, kami semua langsung bangun dan segera menyalakan lampu.

“Awas kelabaaaangg!! Aku digigit kelabanggggg.” Teriak Mas Yudi

Kami semua langsung naik ke atas kursi, mencoba mengumpulkan nyawa sebentar. Kemudian kami bergegas melipat kasur-kasur dan mencari keberadaan kelabang.  Sementara yang lain sibuk mencari kelabang, sebagian kami menghampiri mas Yudi untuk memastikan keadaannya. 

“Mas kamu nggak papa? Mana yang digigit?” kata mamang sambil memastikan keadaan mas Yudi 

“Nggapapa tapi cekit-cekit. Kelabangnya gede banget Mang.” katanya

“Ayo kita ke rumah sakit aja. Takut kalau kenapa-napa.” ajak Heru. 

Akhirnya Mamang dan mas Yudi bergegas mengantar ke mas Yudi ke rumah sakit terdekat yang jauh. 

Sementara kami, masih mencari-cari kelabang besar itu. Akhirnya kelabang itu ditemukan dibawah selimut mas Yudi. Kelabang itu kemudian langsung dibawa keluar dan dieksekusi olah Himan. Entah darimana datangnya kelabang itu, rasanya kami sudah membersihkan setiap sudut rumah dan lubang-lubang rumah seperti lubang bawah pintu sudah kami tutup menggunakan lap untuk menghindari hewan-hewan seperti itu masuk. Tapi tetap kecolongan. Malam itu kami mencoba tidur kembali sambil berharap mas Yudi dalam keadaan baik-baik saja. 

Esoknya, mas Yudi pulang dari rumah sakit kota. Untungnya mas Yudi tidak apa-apa. Tidak ada efek samping serius karena digigit kelabang.

Epilog

Serangan kelabang itu, menjadi penutup salah satu cerita horor yang pernah ku alami selama KKN. Setelah dua bulan di Keerom Papua, akhirnya kami kembali ke Jogjakarta. Alhamdulilah kami ber 29 bisa pulang dengan selamat dalam keadaan sehat walafiat. Ada banyak pelajaran dan hikmah yang bisa diambil. 

Cerita ini dibuat untuk mengingat momen bersama teman-teman KKN Keerom tahun 2016 yang sudah memiliki kehidupan masing-masing. Dan untuk mengenang salah satu teman angkatan KKN 2016 di unit lain yang gugur semasa mengabdi dalam program KKN. Al-fatihah. 

Penulis : AKA

Comments